Home > serat > Serat sastra gending “20 petunjuk “aksara” ( Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma )
Serat sastra gending “20 petunjuk “aksara” ( Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma )
By Andi Magelang • June 25, 2019 • serat • Comments : 0
“Kawuri pangertine Hyang, taduhira sastra kalawan gending, sokur yen wus sami rujuk nadyan aksara jawa, datan kari saking gending asalipun, gending wit purbaning kala, kadya kang wus kocap pinuji”.
“Pemusatan diri pada Hyang, petunjuknya berupa sastra (syariat) dan bunyi gending (Manipat). Jika telah disepakati (bersama), meskipun aksara jiwa tidak meninggalkan bunyi gending asalnya, bunyi gending sejak jaman purbakala, seperti yang telah diucapkan terdahulu.”
“Kadya sastra kalidasa, wit pangestu tuduh kareping puji, puji asaling tumuwuh, mirit sang akadiyat, ponang : Ha na ca ra ka : pituduhipun, dene kang : da ta sa wa la; kagetyan ingkang pinuji”.
“Seperti halnya sastra (aksara jawa) yang dua puluh (adalah) sebagai pemula untuk mencapai kebenaran, yang mempatkan petunjuk akan makna puji, serta puji kepada segala sumber yang tumbuh (atau hidup); memberikan (mirit) ajaran akadiyat berupa ha na ca ra ka, petunjuknya. Sedang da ta sa wa la, adalah berarti kepada (kepada Tuhan)
yang dipuji”.
“Wadat jati kang rinasan, ponang: pa da ja ya nya; angyekteni, kang tuduh lan kang tinuduh, pada santosanira, wahanane wakhadiyat pembilipun, dene kang : ma ga ba ta nga, wus kenyatan jatining sir”
“Wadat jati yang dirasakan berupa: pa da ja ya nya; adalah yang menyaksikan bahwa yang memberi dan yang diberi petunjuk adalah sama teguhnya; tujuannya (adalah) mendukung dan akhadiyat, sedang: ma ga ba ta nga (berarti) sudah menjadi nyata (keadaan) sir yang sejati?’.
“Pratandane Manikmaya, wus kenyatan kawruh arah sayekti, iku wus akiring tuduh, Manikmaya an taya, kumpuling tyas alam arwah pambilipun, iku witing ana akal, akire Hyang Maha Manik”.
“Tanda (daripada) Manikmaya (terlihat) juga sudah nyata pengetahuan akan tujuan yang sesungguhnya, itulah akhir dari pada petunjuk; Manik Maya adalah Tiada/Taya (suwung) (yaitu) bersatunya hati dengan alam arwah; itulah saat mulanya ada akal, dan adalah akhir dari pada Hyang Maha Manik”.
“Awale Hyang Manikmaya, gaibe tan kena winoring tulis, tan arah gon tan dunung, tan pesti akir awal, manembahing manuksmeng rasa pandulu, rajem lir hudaya retna, trus wening datanpa tepi”.
“Kegaiban dari awal Hyang Manikmaya tak dapat diramu atau diungkap dengan tulisan, tiada awal dan tiada tempat, tiada arah dan tiada akhir; sembahnya (dengan) melebur ke dalam rasa penglihatan, (bersifat) tajam bagaikan pucuk manikam, jernih tembus tak bertepi”.
“Iku telenging paningal, surah sane kang sastra kalih desi, lan mirit sipati rong puluh, sipat kahananing dat, ponang akan durung ana ananipun kababaring gending akal, Manikmaya wus kang ngelmi”.
“Itulah pusat penglihatan, makna daripada dua puluh aksara, dan (juga) mengajarkan sifat dua puluh, sifat keadaan Dat, ketika akal belum mengada (ada) terurai dalam kata-kata (yang) menyatakan akal, Manikmaya itulah Ngelmi”.
1 Sura 1915
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment