Home > tembang > Makna dibalik tembang Macapat
Makna dibalik tembang Macapat
By Andi Magelang • February 27, 2017 • javanologi khasanah macapat tembang • Comments : 0
1. Maskumambang
Adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian ditanamkan dalam rahim/ gua garba ibu kita. Dimana pada waktu di alam ruh ini Allah SWT telah bertanya pada ruh-ruh kita: “Alastu Bi Robbikum”, “Bukankah AKU ini Tuhanmu”, dan pada waktu itu ruh-ruh kita telah menjawabnya: “Qoolu Balaa Sahidna”, “Benar (Yaa Allah Engkau adalah Tuhan kami) dan kami semua menjadi saksinya”.
2. Mijil
Merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil/mbrojol/mencolot dan keluarlah jabang bayi bernama manusia. Ada yang mbrojol di India, ada yang di China, di Afrika, di Eropa, di Amerika dst. Maka beruntunglah kita lahir di bumi pertiwi yang konon katanya Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharjo Lir Saka Sambikala. Dan bukan terlahir di Somalia, Etiopia atau negara-negara bergizi buruk lainnya.
3. Sinom
Adalah lukisan dari masa muda, masa yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.
4. Kinanthi
Masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh.”Apa yang akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini”.
“In Ahsantum, Ahsantum ILaikum, Walain Asa’tum Falahaa”, “Jika kamu berbuat kebajikan maka kebajikan itu akan kembali padamu, tapi jika kamu berbuat jahat itu akan kembali padamu juga”.
5. Asmarandana
Menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih. Asmara artinya cinta, dan Cinta adalah ketulusan hati, meminjam istilahnya kang Ebiet G.Ade dalam lagunya: “ Cinta Yang Kuberi Setulus Hatiku Entah Apa Yang Kuterima Aku Tak Peduli”.
Cinta adalah anugerah terindah dari Gusti Allah dan bagian dari tanda-tanda keAgungan-Nya. “…..Waja’alna Bainakum Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika La’aayatil Liqoumi Yatafakkaruun”. “…Dan Kujadikan diantara kalian Cinta dan Kasih Sayang, sesungguhnya didalamnya merupakan tanda-tanda(Ke-Agungan-Ku) bagi kaum yang berfikir”.
6. Gambuh
Awal kata gambuh adalah jumbuh / bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti dari kehidupan berumah tangga itu yaitu: “ Hunna Li Baasulakum, Wa Antum Libaasu Lahun”, “Istri-istrimu itu merupakan pakaian bagimu, dan kamu adalah merupakan pakaian baginya”.
Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat, untuk melindungi dari panas dan dingin.Dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.
7. Dhandhanggula
Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya terbebas dari hutang piutang). Kurangi Keinginan Agar Terjauh Dari Hutang, sebab kata Iwan Fals: “ Keinginan adalah sumber penderitaan ”.Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita.
8. Durma
Sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah maka kita harus sering berderma, durma berasal dari kata darma / sedekah berbagi kepada sesama. Dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan kepekaan jiwa dan kepedulian kita terhadap kondisi-kondisi masyarakat disekitar kita.
“Barangsiapa mau meringankan beban penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka Allah akan meringankan bebannya sewaktu di Akirat kelak”.
9. Pangkur
Pangkur atau mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa kita. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah / upaya yang sungguh-sungguh, dan khususnya di bulan Ramadhan ini mari kita gembleng hati kita agar bisa meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori dinding-dinding kalbu kita.
10. Megatruh
Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya Ruh / Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau keabadian yang Celaka yaitu di Neraka).
“ Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut “, “ Setiap Jiwa Pasti Akan Mati “.
“ Kullu Man Alaiha Faan “, “ Setiap Manusia Pasti Binasa “.
Akankah kita akan menjumpai Kematian Yang Indah (Husnul Qootimah) ataukah sebaliknya ?
Seperti kematian Pujangga kita WS Rendra, disaat bulan sedang bundar-bundarnya (bulan Purnama) ditengah malam bulan Sya’ban tepat pada tanggal 6 Agustus atau tanggal 15 Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Diatas ranjang kematiannya, menjelang saat-saat Sakratul Mautnya dia bersyair:
“ Aku ingin kembali pada jalan alam,
“ Aku ingin meningkatkan pengabdian pada Allah,
“ Tuhan aku cinta pada-Mu ”
11. Pocung (Pocong / dibungkus kain mori putih)
Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan / mori putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang lahat, rumah terakhir kita didunia.
“ Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna “, “ Sesungguhnya kamu itu akan mati dan mereka juga akan mati”.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment